....welcome to the junggle...

Jumat, 21 Mei 2010

Tradisi Sedekah Laut Suku Sawang Di Bangka Selatan



Sabtu, 27 Maret 2010 00:00

Jakarta, VOI Fitur - Suku Sawang merupakan salah satu kelompok masyarakat yang hidup dan menetap di desa Kumbung dan desa Tanjung Sangkar, kecamatan Lepar Pongok, Bangka Selatan. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai nelayan. Turun temurun, semua kebutuhan hidup

mereka tergantung dari hasil laut. Bagi mereka, laut memiliki arti yang sangat penting. Begitu pentingnya arti laut, mereka selalu memberikan persembahan kepada laut. Suku Sawang memiliki cara tersendiri untuk menentukan kapan tradisi persembahan kepada laut dilaksanakan.



Setiap tahun, tradisi ini dilaksanakan ketika mereka mengganggap alam telah mengalami perubahan, seperti angin laut berhembus kencang dan air laut menjadi pasang. Ketika gejala alam itu terjadi, suku Sawang mulai mempersiapkan segala kebutuhan tradisi, seperti memasak makanan dan aneka kue, serta menyiapkan persembahan hasil bumi berupa beras, gula, kopi, dan mie instan. Setelah mempersiapkan aneka macam persembahan, mereka membuat perahu layar yang terbuat dari kayu pohon jeruk antu.

Kayu pohon itu diambil dari pulau Ibul yang terletak di seberang laut desa Kumbung. Untuk mengambil kayu pohon itu, mereka harus berlayar mengarungi laut dari desa Kumbung, kecamatan Lepar Pongok. Oleh suku Sawang, pulau Ibul diyakini sebagai tempat tinggal leluhur pertama suku Sawang. Setelah perahu itu berhasil dibuat dan dihias sedemikian rupa hingga tampak menarik, barulah aneka persembahan yang telah disiapkan sebelumnya itu diletakkan di atas perahu.

Keesokan harinya dan ketika hari tradisi telah tiba, semua suku Sawang dilarang untuk pergi berlayar dan bekerja di laut. Seperti tahun sebelumnya, tradisi sedekah laut selalu dilaksanakan di tepi pantai Kumbung Ujung Gusung, Bangka Selatan. Rangkaian acara tradisi diawali dengan pembacaan doa bersama yang dipimpin oleh tetua adat suku Sawang. Setelah berdoa, acara dilanjutkan dengan pertunjukan kesenian tradisional suku Sawang yakni Tunjang Angin.



Di Bangka Selatan, setiap kali tradisi sedekah laut dilaksanakan, pertunjukan Tunjang Angin selalu dimainkan. Daya tarik pertunjukan ini yakni seorang lelaki Sawang yang memperlihatkan keahlian berdiri di atas dua buah tiang kayu. Bukan hanya sekedar berdiri diatas tiang, ia-pun menari mengikuti alunan gendang yang dimainkannya sendiri selama beberapa menit. Semnatara ketinggian kayu itu mencapai lebih kurang 5 meter dari permukaan tanah.

Karena atraksi ini relatif berbahaya, hanya lelaki pilihan ketua adat suku Sawang-lah yang boleh menjadi pemain Tunjang Angin. Setelah permainan Tunjang Angin berakhir, acara dilanjutkan dengan pertunjukan tari Gajah Manunggang yang menggambarkan sukacita suku Sawang atas keberkahan hasil laut. Selama pertunjukan berlangsung, tarian ini dominan dengan gerakan seolah mengayuh dayung perahu. Melalui gerakan itu, suku Sawang menunjukkan, sejak dulu hingga kini suku Sawang berprofesi sebagai nelayan.

Sesaat setelah acara pertunjukan itu berakhir, para tetua adat mulai melaksanakan acara inti yakni larung sesaji atau dalam bahasa tradisional suku Sawang disebut Buang Jung. Sambil diiringi pembacan doa, perahu kayu berisikan aneka makanan yang telah disiapkan sebelumnya itu dibawa ke tepian laut dan dilarung. Meskipun perahu itu mulai terbawa ombak hingga ke tengah laut, semua warga Sawang masih tetap berdiri di tepi pantai sambil memanjatkan doa kepada Sang Pencipta.

Bagi mereka, ritual Buang Jung ini menjadi ungkapan terima kasih kepada laut dan Sang Pencipta atas hasil laut yang telah diperoleh. Mereka berharap, melalui sesaji itu, laut dapat menjaga para nelayan suku Sawang dari segala macam bencana ketika berlayar di laut. Ketika perahu sesaji itu berlayar semakin jauh terbawa ombak dan tidak lagi terlihat dari tepian pantai, barulah suku Sawang kembali ke rumah dan melanjutkan aktifitas keseharian mereka. Ari-Ike/LPP RRI

3 komentar:

  1. ngeliat artikel ini saya jadi keinget bentar lagi acara ini akan di dakan sekitar bulan juni...
    saya udah ga' sabar mau melihat gimana keadaan nyatanya....hehehe

    BalasHapus
  2. Pertama denger tentang suku sawang di novelnya Andrea Hirata,,ternyata disini lebih lengkap ulasannya.
    Jadi pengen kenal sama Suku Sawang,,katanya mereka pelaut handal ya?

    -nanto ~ www.nanto.web.id-

    BalasHapus
  3. katanya iya, emang kehidupannya dari laut, awalnya dulu kalo nenek moyang mereka malah hidupnya dilaut tapi lambat laun karena perkembangan budaya dan peradaban mereka mulai tinggal menetap didarat...

    BalasHapus